DoaPembukaan Musyawarah Kerja Gapensi Ke-8. Doa singkat untuk pembukaan acara seminar dan sejenisnya. Mengucapkan puji serta syukur kehadirat-mu Serta dengan menadahkan tangan. Arab Latin dan Terjemahan. Dalam setiap pertemuan juga disunahkan untuk memulai serta mengakhirinya dengan doa supaya allah swt senantiasa merahmati acara yang diadakan Doapun tak putus dipanjatkannya, tetapi keadaan masih tetap sama. Anaknya makin jarang pulang. Kalaupun pulang, kerjanya hanya marah-marah dan meminta sejumlah besar uang. Tak tahan dengan keadaan yang dihadapi, Alin mencurahkan isi hati pada kakaknya. Saat itulah, kakaknya memberi tahu dan mengajarkan tentang doa profetik. Semuaitu Rasulullah terangkan ke dalam beberapa hadits yang artinya, Rasulullah bersabda, "Perkataan yang baik adalah sedekah" (HR. Bukhari dan Muslim). Rasulullah bersabda, " Senyummu kepada saudaramu merupakan sedekah, engkau berbuat ma'ruf dan melarang dari kemungkaran juga sedekah. Engkau menunjukkan jalan kepada orang yang Laluhabib abu bakar berdiri dan habib ali berdiri di sampingnya, kemudian habib abu bakar memulai talqin dzikir dengan perkataan: Shalawat habib abu bakar gresik qomarul wujud · dibaca sehabis sholat subuh, setiap hari sebanyak sepuluh kali. Doa agar husnul khotimah dari habib abu bakar assegaf gresik. Setiapperkataan yang keluar dari mulut kita adalah doa. 04 Aug 2022 Dalamayat yang berbeda, Allah SWT juga berfirman, "Rabb kalian berkata, "Berdoalah kalian kepada-Ku, maka Aku akan memperkenankan doa kalian." [QS Al Mukmin: 60].Untuk membersihkan segala dosa yang sudah pernah kita lakukan, berikut ini, kami akan membagikan beberapa doa pengampunan dosa dalam Islam yang bisa anda bacakan setiap hari untuk mendapatkan pengampunan dari Allah SWT sebab Engkaumendengar doa-doa umat-Mu. Setiap perkataan kami bahkan yang belum terucap sekalipun, 'Kau tahu! Mengikut Yesus adalah perjalanan seumur hidup. Maka itu mari nikmati perjalanannya dengan berdoa, merenungkan, dan menyembah Dia. Bangkitkan iman kita. Bersyukurlah untuk penyediaan-Nya yang sempurna, ingat anugerah-Nya yang besar, dan FIDHs. – Kata-kata itu dahsyat, kata-kata itu bibit, ketika engkau mengucapkan sesuatu, engkau telah memberikan kehidupan pada kata-kata itu. Berikut uraian yang disampaikan di Radio Suara Muslim Surabaya dalam program Dialog Motivasi Al Quran. Inspirasi surat Al Isra 53; وَقُل لِّعِبَادِي يَقُولُوا الَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنزَغُ بَيْنَهُمْ ۚ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلْإِنسَانِ عَدُوًّا مُّبِينًا “Dan katakanlah kepada hamha-hamba-Ku Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik benar. Sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.” Jika kamu berulang-ulang mengucapkan kata-kata itu, kamu akan dapat mewujudkan dalam kenyataan. Kata yang engkau ucapkan akan berpengaruh besar pada masa depanmu. Ketika kamu berucap dengan sebuah kata, seolah kamu membuat cita-citamu sendiri di masa yang akan datang. عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رُضْوَانِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لَا يُلْقِي لَهَا بَالًا يَرْفَعُهُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَاتٍ وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ لَا يُلْقِي لَهَا بَالًا يَهْوِي بِهَا فِي جَهَنَّمَ Dari Abi Hurairah, bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda “Sesungguhnya seorang hamba yang berbicara dengan kata-kata yang diridhai Allah ’Azza wa Jalla tanpa berpikir panjang, Allah akan mengangkatnya beberapa derajat dengan kata-katanya itu. Dan seorang hamba yang berbicara dengan kata-kata yang dimurkai Allah tanpa berpikir panjang, Allah akan menjerumuskannya ke neraka Jahanam dengan kata-katanya itu”. HR Bukhari, Ahmad, dan Malik. Kebiasaan berbicara baik sudah masuk ke dalam memori otak bawah sadar, sehingga tanpa dipikir panjang pun, yang keluar dari lisannya selalu baik. Keadaan ini merupakan hasil proses pembinaan diri jangka panjang. Allah sangat menghargai perjuangan orang yang membiasakan berbicara baik –yang tentunya diridhai-Nya- dengan senantiasa meningkatkan derajatnya. Sebaliknya, orang yang memiliki kebiasaan berbicara buruk, misalnya suka mencaci, mencela, mengutuk, berghibah, membicarakan aib sahabatnya, dan berkata-kata kotor, kata-kata yang membuat murka Allah, ia telah melakukannya dengan kendali otak bawah sadar. Keadaan seperti ini terjadi karena ia tidak berusaha menghentikannya dan selalu saja membiarkan keluar dari lisannya. Allah berfirman يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًايُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَمَن يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu sekalian kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki amalan-amalanmu dan mengampuni dosa-dosamu. Barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar” Al-Ahzab 70-71. So… saudaraku, jagalah kata-kata dalam ucapanmu, karena hal itu bisa menjadi kenyataan. Supaya hasil kata-kata yang terucap itu baik dalam kenyataan, maka lakukanlah hal ini; 1. Selalu berkata-kata yang baik, positif dan manfaat atau kalau ragu, maka diamlah. مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا، أَوْ لِيَصْمُتْ “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik dan jika tidak maka diamlah.” HR. Bukhari No. 6018 dan Muslim No. 47. إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مَا يَتَبَيَّنُ مَا فِيهَا يَهْوِى بِهَا فِى النَّارِ أَبْعَدَ مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ “Sesungguhnya ada seorang hamba yang berbicara dengan suatu perkataan yang tidak dipikirkan bahayanya terlebih dahulu, sehingga membuatnya dilempar ke neraka dengan jarak yang lebih jauh dari pada jarak antara timur dan barat”. HR. Muslim No. 2988 Imam Asy-Syafi’i telah berkata, “Jika seseorang menghendaki berbicara, maka sebelum dia berbicara hendaklah berpikir, jika nampak jelas mashlahat-nya dia berbicara, dan jika dia ragu-ragu, maka dia diam sampai jelas mashlahat-nya”. Al-Adzkaar, 2/713-714, karya Imam An-Nawawi, tahqiiq dan takhriij Syaikh Salim Al-Hilaali, penerbit Dar Ibni Hazm, cet. 2, th. 1425 H / 2004 M. 2. Jangan menyakiti saudaramu dengan kata-kata mu. Karena kata-kata yang menyakitkan bisa jadi musibah bagi orang lain dan bagi diri yang berkata-kata. من عيَّر أخاه بذنب لم يمت حتى يعمله “Barang siapa yang mencela saudaranya karena perbuatan dosanya, maka ia tidak mati hingga dia sendiri akan melakukan hal yang sama”. H. R. Tirmidzi Dalam Nashoihul ibad hlm. 65, syeikh Nawawi memuat ucapan dari imam al-Kasa`i dari Bahr Kamil احفظ لسانك ان تقول فتبتلي * ان البلاء موكل بالمنطق “Jaga lisanmu mengucapkan sesuatu, jika tidak ingin terkena musibah * sesunggguhnya bala/musibah terwakilkan pada apa yang diucapkan”. 3. Kata-kata itu adalah doa, maka selalu ingat untuk menjaga kata-kata yang kamu ucapkan. Ingat semua yang engkau ucapkan sudah tercatat oleh malaikat, dan itu akan terwujud dalam kenyatan. مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ “Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir”. QS. Qof 18 Jangan berkata kepada anak-anak kita dengan kata-kata yang buruk misal; “goblok”, “nakal” dll. Wallohu A’lam Menjaga Lisan Agar Selalu Berbicara Baik Allah berfirman يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًايُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَمَن يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu sekalian kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki amalan-amalanmu dan mengampuni dosa-dosamu. Barangsiapa mentaati Allah dan RasulNya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenengan yang besar” [Al-Ahzab 70-71] Dalam ayat lain disebutkan. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berprasangka, karena sesungguhnya sebagian tindakan berprasangka itu adalah dosa. Janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah kamu sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati ? Tentu kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang” [Al-Hujurat 12] Allah juga berfirman. وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ ۖ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ مَّا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya, yaitu ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk disebelah kanan dan yang lain duduk disebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadirs” [Qaf 16-18] Begitu juga firman Allah Ta’ala. وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُّبِينًا “Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mu’min dan mu’minat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesunguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata” [Al-Ahzab 58] Dala kitab Shahih Muslim hadits no. 2589 disebutkan. عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ ذِكْرُكَ أَخَأكَ بِمَا يَكْرَهُ قِيلَ اَفَرَاَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ قَالَ إِنَّ كَانَ فِيْهِ مَا تَقُولُ فَقَدِاغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيْهِ فَقَدْ بَهَتَهُ “Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah bertanya kepada para sahabat, “Tahukah kalian apa itu ghibah ?” Para sahabat menjawab, “Allah dan RasulNya yang lebih mengetahui. “Beliau berkata, “Ghibah ialah engkau menceritakan hal-hal tentang saudaramu yang tidak dia suka” Ada yang menyahut, “Bagaimana apabila yang saya bicarakan itu benar-benar ada padanya?” Beliau menjawab, “Bila demikian itu berarti kamu telah melakukan ghibah terhadapnya, sedangkan bila apa yang kamu katakan itu tidak ada padanya, berarti kamu telah berdusta atas dirinya” Allah Azza wa Jalla berfirman. وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا “Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawaban” [Al-Israa 36] Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda. إِنَّ اللَّهَ يَرْضَى لَكُم ثَلاَثًا وَيَكْرَهُ لَكُمْ ثَلاَثًا فَيَرضَى لَكُمْ أَنْ تَعْبُدُوهُ وَلاَ تُشْرِكُوا بِهِ سَيْئًا وَأَنْ تَعتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّ قُواوَيَكْرَهُ لَكُمْ قِيْلَ وَقَالَ وَكَشْرَةَ السُّؤَالِ وَإِضَاعَةِ الْمَالِ “Sesungguhnya Allah meridhai kalian pada tiga perkara dan membenci kalian pada tiga pula. Allah meridhai kalian bila kalian hanya menyembah Allah semata dan tidak mempersekutukannya serta berpegang teguh pada tali agama Allah seluruhnya dan janganlah kalian berpecah belah. Dan Allah membenci kalian bila kalian suka qila wa qala berkata tanpa berdasar, banyak bertanya yang tidak berfaedah serta menyia-nyiakan harta” [1] Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda. كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيْبُهُ مِنَ الزِّنَا، مُدْرِكُ ذَلِكَ لاَمَحَااَةَ، فَالْعَيْنَانِ زِيْنَا هُمَا النَّظَرُ، وَاْلأُذُنَانِ زِيْنَا هُمَا الاسْتِمَاعُ، وَاللِّسَانُ زِيْنَاهُ الْكَلاَمُ، وَالْيَدُ زِيْنِاهَا الْبَطْشُ، وَالرِّجْلُ زِيْنَاهَا الْخُطَا، وَالْقَلْبُ يَهْوِى وَيَتَمَنَّى، وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّ بُهُ “Setiap anak Adam telah mendapatkan bagian zina yang tidak akan bisa dielakkannya. Zina pada mata adalah melihat. Zina pada telinga adalah mendengar. Zina lidah adalah berucap kata. Zina tangan adalah meraba. Zina kaki adalah melangkah. Dalam hal ini, hati yang mempunyai keinginan angan-angan, dan kemaluanlah yang membuktikan semua itu atau mengurungkannya” [2] Diriwayatkan oleh Bukhari dalam kitab Shahihnya hadits dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda. الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ “Seorang muslim adalah seseorang yang orang muslim lainnya selamat dari ganguan lisan dan tangannya” Hadits di atas juga diriwayatkan oleh Muslim dengan lafaz. إِنَّ رَجُلاً سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيِّ الْمُسْلِمِيْنَ خَيْرً قَالَ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ “Ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Siapakah orang muslim yang paling baik ?’Beliau menjawab, “Seseorang yang orang-orang muslim yang lain selamat dari gangguan lisan dan tangannya”. Hadits diatas juga diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir hadits no. 65 dengan lafaz seperti yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Abdullah bin Umar. Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani menjelaskan hadits tersebut. Beliau berkata, “Hadits ini bersifat umum bila dinisbatkan kepada lisan. Hal itu karena lisan memungkinkan berbicara tentang apa yang telah lalu, yang sedang terjadi sekarang dan juga yang akan terjadi saat mendatang. Berbeda dengan tangan. Pengaruh tangan tidak seluas pengaruh lisan. Walaupun begitu, tangan bisa juga mempunyai pengaruh yang luas sebagaimana lisan, yaitu melalui tulisan. Dan pengaruh tulisan juga tidak kalah hebatnya dengan pengaruh tulisan”. Oleh karena itu, dalam sebuah sya’ir disebutkan Aku menulis dan aku yakin pada saat aku menulisnya Tanganku kan lenyap, namun tulisan tangannku kan abadi Bila tanganku menulis kebaikan, kan diganjar setimpal Jika tanganku menulis kejelekan, tinggal menunggu balasan. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam kitab Shahihnya hadits no. 6474 dari Sahl bin Sa’id bahwa Rasulullah bersabda. مَنْ يَضْمَنَّ لِي مَابَيْنَ لِحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنْ لَهُ الْجَنَّةَ “Barangsiapa bisa memberikan jaminan kepadaku untuk menjaga apa yang ada di antara dua janggutnya dan dua kakinya, maka kuberikan kepadanya jaminan masuk surga” Yang dimaksud dengan apa yang ada di antara dua janggutnya adalah mulut, sedangkan apa yang ada di antara kedua kakinya adalah kemaluan. Al-Bukhari dalam kitab Shahihnya no. 6475 dan Muslim dalam kitab Shahihnya no. 74 meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda. وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya dia berkata yang baik atau diam” Imam Nawawi berkomentar tentang hadits ini ketika menjelaskan hadits-hadits Arba’in. Beliau menjelaskan, “Imam Syafi’i menjelaskan bahwa maksud hadits ini adalah apabila seseorang hendak berkata hendaklah ia berpikir terlebih dahulu. Jika diperkirakan perkataannya tidak akan membawa mudharat, maka silahkan dia berbicara. Akan tetapi, jika diperkirakan perkataannya itu akan membawa mudharat atau ragu apakah membawa mudharat atau tidak, maka hendaknya dia tidak usah berbicara”. Sebagian ulama berkata, “Seandainya kalian yang membelikan kertas untuk para malaikat yang mencatat amal kalian, niscaya kalian akan lebih banyak diam daripada berbicara”. Imam Abu Hatim Ibnu Hibban Al-Busti berkata dalam kitabnya Raudhah Al-Uqala wa Nazhah Al-Fudhala hal. 45, “Orang yang berakal selayaknya lebih banyak diam daripada bicara. Hal itu karena betapa banyak orang yang menyesal karena bicara, dan sedikit yang menyesal karena diam. Orang yang paling celaka dan paling besar mendapat bagian musibah adalah orang yang lisannya senantiasa berbicara, sedangkan pikirannya tidak mau jalan”. Beliau berkata pula di hal. 47, “Orang yang berakal seharusnya lebih banyak mempergunakan kedua telinganya daripada mulutnya. Dia perlu menyadari bahwa dia diberi telinga dua buah, sedangkan diberi mulut hanya satu adalah supaya dia lebih banyak mendengar daripada berbicara. Seringkali orang menyesal di kemudian hari karena perkataan yang diucapkannya, sementara diamnya tidak akan pernah membawa penyesalan. Dan menarik diri dari perkataan yang belum diucapkan adalah lebih mudah dari pada menarik perkataan yang telah terlanjur diucapkan. Hal itu karena biasanya apabila seseorang tengah berbicara maka perkataan-perkataannya akan menguasai dirinya. Sebaliknya, bila tidak sedang berbicara maka dia akan mampu mengontrol perkataan-perkataannya. Beliau menambahkan di hal. 49, “Lisan seorang yang berakal berada di bawah kendali hatinya. Ketika dia hendak berbicara, maka dia akan bertanya terlebih dahulu kepada hatinya. Apabila perkataan tersebut bermanfaat bagi dirinya, maka dia akan bebicara, tetapi apabila tidak bermanfaat, maka dia akan diam. Adapun orang yang bodoh, hatinya berada di bawah kendali lisannya. Dia akan berbicara apa saja yang ingin diucapkan oleh lisannya. Seseorang yang tidak bisa menjaga lidahnya berarti tidak paham terhadap agamanya”. Al-Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dalam kitab Shahihnya no. 6477 dan Muslim dalam kitab Shahihnya no. 2988 [3] dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda. إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مَا يَتَبَيَّنُ مَا فِيْهَا يَهْوِى بِهَا فِي النَّارِأَبْعَدَمَا بَيْنَ الْمَسْرِقِ وَالْمَغْرِبِ “Sesungguhnya seorang hamba yang mengucapkan suatu perkataan yang tidak dipikirkan apa dampak-dampaknya akan membuatnya terjerumus ke dalam neraka yang dalamnya lebih jauh dari jarak timur dengan barat” Masalah ini disebutkan pula di akhir hadits yang berisi wasiat Nabi kepada Muadz yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi no. 2616 yang sekaligus dia komentari sebagai hadits yang hasan shahih. Dalam hadits tersebut Rasulullah bersabda. وَهَلْ يَكُبُّ النَّاسَ فِي النَّارِ عَلَى وُجُوهِهِمْ أَوْ عَلَ مَنَا خِرِهِِمْ إِلاَّ حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ “Bukankah tidak ada yang menjerumuskan orang ke dalam neraka selain buah lisannya ?” Perkataan Nabi di atas adalah sebagai jawaban atas pertanyaan Mu’adz. يَا نَبِّيَّ اللَّهِ وَإِنَّا لَمُؤَا خَذُونَ بِمَا نَتَكَلَّمُ بِهِ “Wahai Nabi Allah, apakah kita kelak akan dihisab atas apa yang kita katakan ?” Al-Hafidz Ibnu Rajab mengomentari hadits ini dalam kitab Jami’ Al-Ulum wa Al-Hikam II/147, “Yang dimaksud dengan buah lisannya adalah balasan dan siksaan dari perkataan-perkataannya yang haram. Sesungguhnya setiap orang yang hidup di dunia sedang menanam kebaikan atau keburukan dengan perkataan dan amal perbuatannya. Kemudian pada hari kiamat kelak dia akan menuai apa yang dia tanam. Barangsiapa yang menanam sesuatu yang baik dari ucapannya maupun perbuatan, maka dia akan menunai kemuliaan. Sebaliknya, barangsiapa yang menanam Sesuatu yang jelek dari ucapan maupun perbuatan maka kelak akan menuai penyesalan”. Beliau juga berkata dalam kitab yang sama “Hal ini menunjukkan bahwa menjaga lisan dan senantiasa mengontrolnya merupakan pangkal segala kebaikan. Dan barangsiapa yang mampu menguasai lisannya maka sesungguhnya dia telah mampu menguasai, mengontrol dan mengatur semua urusannya”. Kemudian pada hal. 149 beliau menukil perkataan Yunus bin Ubaid, “ Seseorang yang menganggap bahwa lisannya bisa membawa bencana sering saya dapati baik amalan-amalannya”. Diriwayatkan bahwa Yahya bin Abi Katsir pernah berkata, “Seseorang yang baik perkataannya dapat aku lihat dari amal-amal perbuatannya, dan orang yang jelek perkataannya pun dapat aku lihat dari amal-amal perbuatannya”. Muslim meriwayatkan sebuah hadits dalam kitab Shahihnya no. 2581 dari Abu Hurairah Rasulullah bersabda. أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ قَالُوْاالْمُفْلِسُ فِيْنَا يَا رَسُو لَ اللَّهِ مَنْ لاَ دِرْهَمَ لَهُ وَلاَ مَتَاعَ قَالَ رَسُو لَ اللَّهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُفْلِسُ مِنْ أُمَّيِي مَنْ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلاَتِهِ وًِصِيَامِهِ وِزَكَاتِهِ وَيَأتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَاَكَلاَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَيَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُحِذَ مِنْ خَطَايَاهُم فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرحَ فِي النَّارِ “Tahukah kalian siapa orang yang bangkrut ? Para sahabat pun menjawab, Orang yang bangkrut adalah orang yang tidak memiliki uang dirham maupun harta benda. Beliau menimpali, Sesungguhnya orang yang bangkrut di kalangan umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa pahala shalat, puasa dan zakat, akan tetapi, ia juga datang membawa dosa berupa perbuatan mencela, menuduh, memakan harta, menumpahkan darah dan memukul orang lain. Kelak kebaikan-kebaikannya akan diberikan kepada orang yang terzalimi. Apabila amalan kebaikannya sudah habis diberikan sementara belum selesai pembalasan tindak kezalimannya, maka diambillah dosa-dosa yang terzalimi itu, lalu diberikan kepadanya. Kemudian dia pun dicampakkan ke dalam neraka”. Muslim meriwayatkan sebuah hadits yang panjang dalam kitab Shahihnya no. 2564 dari Abu Hurairah, yang akhirnya berbunyi. بِحَسْبِ امْرِيْ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسلِمَ كُلٌ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ “Cukuplah seseorang dikatakan buruk jika sampai menghina saudaranya sesama muslim. Seorang muslim wajib manjaga darah, harta dan kehormatan orang muslim lainnya” Al-Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dalam kitab Shahihnya hadits no. 1739 ; begitu juga Muslim [4] dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah pernah berkhutbah pada hara nahar Idul Adha. Dalam khutbah tersebut beliau bertanya kepada manusia yang hadir waktu itu, “Hari apakah ini?” Mereka menjawab, “Hari yang haram”. Beliau bertanya lagi, “Negeri apakah ini?” Mereka menjawab, “Negeri Haram”. Beliau bertanya lagi, “Bulan apakah ini ?” Mereka menjawab, “Bulan yang haram”. Selanjutnya beliau bersabda. فَإِنَّ دِمَا ئَكُمْ وَ أَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُم حَرَامٌ، كَحُرمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِ كُمْ هَذَا في شَهْرِ كُمْ هَذَا، فَأَعَادَهَا مِرَارًا، ثُمّ رَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ اللَّهُمَ هَلْ بَلَّغْتُ؟ اللَّهُمَ هَلْ بَلَّغْتُ؟ “Sesungguhnya darah, harta dan kehormatan kalian haram bagi masing-masing kalian merampasnya sebagaimana haramnya ; hari, bulan dan negeri ini. Beliau mengulangi ucapan tersebut beberapa kali, lalu berkata, “Ya Allah bukankah aku telah menyampaikan perintah-Mu? Ya Allah, bukankah aku telah menyampaikan perintah-Mu ?” Ibnu Abbas mengomentari perkataan Nabi di atas, “Demi Allah yang jiwaku berada di tanganNya, sesungguhnya ini adalah wasiat beliau untuk umatnya. Beliau berpesan kepada kita, Oleh karena itu, hendaklah yang hadir memberitahukan kepada yang tidak hadir. Janganlah kalian kembali kepada kekafiran sepeninggalku nanti, yaitu kalian saling memenggal leher”. Muslim meriwayatkan sebuah hadits dalam kitab Shahihnya no. 2674 dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda. مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ اْلأَجْرِ مِشْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لآَيَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلاَلَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا “Barangsiapa yang menyeru kepada kebaikan maka dia mendapatkan pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahala-pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa yang menyeru kepada kesesatan maka baginya dosa seperti dosa orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa-dosa mereka sedikit pun” Al-Hafidz Al-Mundziri dalam kitab At-Targhib wa At-Tarhib I/65 mengomentari hadits. إِذَا مَاتَ الْإنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ إِحْدَى ثَلاَثٍ ... “Apabila seorang manusia wafat, maka terputuslah jalan amal kecuali dari tiga perkara …dst” Beliau berkata, “Orang yang mebukukan ilmu-ilmu yang bermanfaat akan mendapatkan pahala dari perbuatannya sendiri dan pahala dari orang yang membaca, menulis dan mengamalkannya, berdaasrkan hadits ini dan hadits yang semisalnya. Begitu pula, orang-orang yang menulis hal-hal yang membuahkan dosa, maka dia akan mendapatkan dosa dari perbuatannya sendiri dan dosa dari orang-orang yang membaca, menulis atau mengamalkannya, berdasarkan hadits. مَنْ سَنَّ سُنَةً حَسَنَةً أَوْ سَيِّئَةً “Barangsiapa yang merintis perbuatan yang baik atau buruk, maka ….” Al-Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dalam kitab Shahihnya no. 6505 dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda. إِنَّاللَّهَ قَالَ مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ “Sesungguhnya Allah berfirman, “Barangsiapa yang memusuhi kekasih-Ku, maka kuizinkan ia untuk diperangi” Kata orang “Mulutmu Harimaumu, yang akan menerkammu”. Rasulullah Shallallahu’alaihiws allam bersabda” Yang dikatakan muslim itu adalah manusia selamat dari bahaya lidah dan tangannya”. Imam Ali Radhiallhu’anhu berkata”Hati yang jahat terletak pada mulutnya, dan mulut yang baik, terletak pada hatinya”. Terkadang kita sebagai manusia yang penuh dengan segala kekurangan dan kelebihan, akan selalu dihadapi dengan segala macam problematika kita menghadapi berbagai benturan yang sama sekali kehadirannya tidak diundang dan tidak terbersit dalam pikiran kita, dimana segala yang terjadi diluar prediksi kita sebelumnya. Disaat kita sedang menyupir mobil kita , tiba-tiba ditengah jalan ada saja mobil yang menyecocos, hal ini akan menimbulkan rasa sakit dihati kita, maka seringnya terjadi keluar kata-kata yang kurang enak kedengaran sama sekali ditelinga siapa saja mendengarnya, cacian makian akan keluar dari mulut kita dari lidah kita yang katanya tidak bertulang itu. Ketika seorang ibu, melihat kenakalan anak-anaknya, tanpa disadari juga keluar kata-kata yang sama sekali seharusnya hal itu tidak pantas dikeluarkan dari mulut seorang ibu terhadap anaknya” Anak sialan, anak kurang ajar, anak tak tau diuntung, bodoh..dsbnya…”, seorang ibu kurang menyadari akan sabda Rasulullah ” Kullu kalam addu’a, setiap perkataan itu adalah merupakan do’a”.Astagfirullaha ladziim, semoga kita bertaubat bila hal ini terlanjur kita keluarkan disaat-saat emosi kita datang. Disaat seorang istri atau suami merasa disakiti pasangannya, tanpa disadari akan keluar cacian makian, baik kepada pasangannya, ataupun musuhnya, semua itu keluar dengan perasaan emosi yang amat sangat, tanpa kita bisa menyadari, dan berusaha mencoba melatih diri kita untuk bisa menahan emosi, karena, Rasulullah bersabda “ Bukanlah dikatakan berani bagi mereka yang dapat mengalahkan musuhnya, yang bisa merasa memang atas sebuah pertikaian, perkelahian ,Yang dikatakan berani itu adalah mereka yang bisa menahan dirinya ketika dalam keadaan marah”. Kita jarang, atau kurang atau bahkan sama sekali tidak menyadari bahwa yang dikatakan sabar atas segala musibah adalah mereka yang bisa bersabar disaat menghadapi problema pertama sekali datang, bukan setelah itu. Hal ini dapat kita lihat dari sebuah hadits, dari cerita seorang ibu yang menghadapi musibah akan kematian keluarganya, saat itu Rasulullah memberikannya nasihat agar bersabar, apa kata perempuan itu pada Rasulullah, ” Anda tidak tau apa-apa”, setelah rasulullah menghilang, diberitahukanlah kepada [perempuan itu bahwa yang menegurnya tadi adalah Rasulullah, dan ia datang kepada Rasulullah, apa jawab Rasulullah”Sesungguhnya dinamakan kesabaran itu adalah sabar ketika menghadapi goncangan yang pertama sekali.” November 17, 2009 - Posted by Ilmu islam, Islam, Pikiran Belum ada komentar. Jakarta - Doa merupakan sebuah permohonan dari seorang hamba yang ditujukan kepada Allah SWT. Doa adalah inti ibadah yang mendalam. Berikut ini berasal dari bahasa Arab الدعاء yang memiliki arti permintaan atau permohonan. KH Ahmadi Isa dalam bukunya yang berjudul Doa-Doa Pilihan menjelaskan pengertian doa menurut bahasa dan istilah. Menurut bahasa doa adalah merupakan permintaan dan permohonan. Sedangkan, menurut istilah doa adalah penyerahan diri kepada Allah SWT dalam memohon keinginan dan meminta dihindarkan dari hal yang dibenci. Doa berarti ibadah. Ia menjelaskan lebih lanjut bahwa berdoa menjadi ibadah utama. Berdoa kepada Allah SWT membuat setiap makhluk juga telah menunjukkan pengertian doa melalui beberapa surat, diantaranya sebagai berikutDoa berarti ibadah Yunus106Doa berarti meminta pertolongan atau istighatsah Al-Baqarah 23Doa berarti panggilan atau nida' Al-Isrya 110Doa berarti perkataan atau qaul Yunis 10Diriwayatkan oleh At Tirmidzi no 2969, Rasulullah Saw bersabda,الدُّعَاءُ مُخُّ الْعِبَادَةِArtinya "doa itu merupakan inti dari ibadah"Ibadah yang dimaksudkan semata-mata dilakukan hanya kepada Allah SWT. Berdoa dilakukan dengan tunduk dan penuh ketakutan kepada Allah makhluk yang berdoa akan dikabulkan oleh Sang Pencipta. Hal ini menunjukkan bahwa setiap manusia yang hidup di bumi untuk bisa senantiasa beribadah kepada Allah di saat sempit maupun lapang. Allah SWT telah berfirman dalam Al Mu'min ayat 60 sebagai berikut,وَقَالَ رَبُّكُمُ ٱدْعُونِىٓ أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِى سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَArab-latin wa qāla rabbukumud'ụnī astajib lakum, innallażīna yastakbirụna 'an 'ibādatī sayadkhulụna jahannama dākhirīnArtinya"Dan Tuhanmu berfirman "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina."Allah SWT juga berfirman dalam al-Furqon ayat 77, bahwa Dia tidak mengindahkan makhluknya selain karena doa yang مَا يَعْبَؤُا۟ بِكُمْ رَبِّى لَوْلَا دُعَآؤُكُمْ ۖ فَقَدْ كَذَّبْتُمْ فَسَوْفَ يَكُونُ لِزَامًۢاArab-latin qul mā ya'ba`u bikum rabbī lau lā du'ā`ukum, fa qad każżabtum fa saufa yakụnu lizāmāArtinya "Katakanlah kepada orang-orang musyrik "Tuhanku tidak mengindahkan kamu, melainkan kalau ada ibadatmu. Tetapi bagaimana kamu beribadat kepada-Nya, padahal kamu sungguh telah mendustakan-Nya? karena itu kelak azab pasti menimpamu."Setiap kegiatan yang diawali dengan doa niscaya Allah SWT akan ridha kepada apa yang kita lakukan. erd/erd Dijawab oleh Surahman Yatie, Lc. Pertanyaan Afwan ustaż, sering kita dengar “setiap perkataan adalah doa”, apakah ini adalah hadiṡ Nabi ﷺ? Mohon pencerahannya . Kurnia Wahyuni di Baubau, Sulawesi Tenggara Jawaban Nabi Muhammad ﷺ mengajarkan umatnya agar selalu menghiasi diri dengan al-akhlaq al-karimah, berperangai baik, dan berbudi pekerti luhur, baik dalam perbuatan maupun dalam ucapan. Sopan dalam bertutur kata merupakan cerminan dari pancaran cahaya iman dalam diri seorang muslim. Santun dalam berbahasa adalah tanda sempurnanya Islam dalam jiwa seorang manusia. Secara lafziyah kalimat “setiap perkataan adalah doa” bukan hadis Nabi ﷺ, tapi ini adalah pepatah atau peribahasa, seperti “mulutmu harimaumu”, dan “tajam lidah dari pedang.” Peribahasa semacam ini mengandung makna nasihat agar setiap orang menjaga lisannya, berhati-hati dalam setiap ucapannya, serta berupaya agar yang terlahir darinya adalah ungkapan-ungkapan yang sarat akan kebaikan dan kebenaran. Makna seperti ini sangat sesuai dengan banyak hadis Nabi ﷺ. Sebagai contoh kami sebutkan beberapa hadis berikut ini, عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه عَنِ النَّبِيِّ ﷺ قَالَ إِنَّ العَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ، لاَ يُلْقِي لَهَا بَالًا، يَرْفَعُهُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَاتٍ، وَإِنَّ العَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ، لاَ يُلْقِي لَهَا بَالًا، يَهْوِي بِهَا فِي جَهَنَّمَ» رَوَاهُ البُخَارِيُّ وَالتِّرْمِذِي وَابْنُ مَاجَهٍ Artinya Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu Nabi ﷺ bersabda, “Sesungguhnya seorang hamba bisa mengucapkan sebuah kalimat yang diridai Allah, ia tidak terlalu menghiraukannya, namun dengannya Allah mengangkat derajatnya kemuliaannya. Dan sungguh seorang hamba dapat mengucapkan sebuah kalimat yang dimurkai Allah, ia tidak terlalu menghiraukannya, namun dengannya Allah mencampakkannya ke dalam neraka Jahannam”. HR. al-Bukhari, al-Tirmiżī dan Ibnu Majah Demikian pula makna yang senada dengan peribahasa di atas, terdapat dalam sabda Rasulullah ﷺ berikut ini عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ إِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بِالكَلِمَةِ لَا يَرَى بِهَا بَأْسًا يَهْوِي بِهَا سَبْعِينَ خَرِيفًا فِي النَّارِ» رَوَاه ُالتِّرْمِذِي وَأَحْمَدُ Artinya Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu Rasulullah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya seseorang bisa mengucapkan satu patah kata yang menurutnya tidak ada dampak apa-apa, tapi dengan kalimat itu ia jatuh ke dalam neraka selama tujuh puluh tahun”. HR. al-Tirmizi dan Ahmad عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه، أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ قَالَ إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ، مَا يَتَبَيَّنُ مَا فِيهَا، يَهْوِي بِهَا فِي النَّارِ، أَبْعَدَ مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ» رَوَاهُ مُسْلِمٌ Artinya Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya seorang hamba terkadang mengucapkan kalimat tanpa ia teliti apa dampaknya, karenanya ia terlempar ke dalam neraka sejauh antara timur dan barat.” HR. Muslim Dari hadis-hadis di atas dapat dipetik beberapa faedah sebagai berikut Penting untuk berpikir terlebih dahulu sebelum berbicara, karena ucapan yang terlontar dari lisan bagai anak panah yang lepas dari busurnya, tidak dapat ditarik kembali. Ketika menjelaskan hadis pertama di atas, Ibnu Hajar al-Asqalānī w. 852 H menukil penjelasan Imam al-Nawawī w. 676 H, sebagaimana berikut وَقَالَ النَّوَوِيُّ فِي هَذَا الْحَدِيثِ حَثٌّ عَلَى حِفْظِ اللِّسَانِ فَيَنْبَغِي لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يَنْطِقَ أَنْ يَتَدَبَّرَ مَا يَقُولُ قَبْلَ أَنْ يَنْطِقَ فَإِنْ ظَهَرَتْ فِيهِ مَصْلَحَةٌ تَكَلَّمَ وَإِلَّا أَمْسَكَ فتح الباري 11/311 Maknanya Imam al-Nawawī w. 676 H menjelaskan bahwa hadis ini mengandung anjuran untuk menjaga lisan. Maka sepantasnya setiap orang berpikir lebih dulu apa yang akan ia ucapkan, jika ada kebaikannya maka ia ucapkan, jika tidak maka hendaknya ia menahan diri.[1] 2. Membiasakan diri untuk bertutur kata yang baik adalah suatu amal salih yang Allah ﷻ ridai. Oleh karena itu, orang yang senantiasa berupaya agar perkataannya baik, maka seluruh langkah hidupnya akan menjadi baik, Allah ﷻ berfirman dalam QS. al-Ahzab/33 70 dan 71, يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا 70 يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا Artinya Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kamu kepada Allah, dan katakanlah perkataan yang benar. Niscaya Allah memperbaiki amal-amalmu, dan mengampuni dosa-dosamu. Dan barangsiapa menaati Allah dan rasul-Nya, maka sungguh, dia menang dengan kemenangan yang besar. QS. al-Ahzab/33 70-71 3. Orang yang memiliki kebiasaan berbicara buruk, suka mencaci, mencela, menghina, mengutuk, dan berkata-kata kotor, sesungguhnya dia sedang mengundang murka Allah ﷻ atas dirinya. Dalam sebuah hadis disebutkan عَنْ أُمِّ حَبِيبَةَ رضي الله عنها، زَوْجِ النَّبِيِّ ﷺ عَنِ النَّبِي ﷺ قَالَ كَلَامُ ابْنِ آدَمَ عَلَيْهِ لَا لَهُ، إِلَّا الْأَمْرَ بِالْمَعْرُوفِ، وَالنَّهْيَ عَنِ الْمُنْكَرِ، وَذِكْرَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ» رَوَاهُ ابْنُ مَاجَهٍ وَضَعَّفَهُ الأَلْبَانِي Artinya Dari Ummu Habibah radhiyallahu anha Istri Nabi ﷺ, Nabi ﷺ bersabda, “Ucapan anak Adam itu akan kembali dengan membawa bencana untuknya, tidak membawa keberuntungan baginya, kecuali ucapan amar ma’ruf ajakan kepada kebaikan, nahi mungkar seruan meninggalkan keburukan, dan berzikir kepada Allah ﷻ. HR. Ibnu Majah dan dinilai daif oleh Albani 4. Baik-buruk sebuah ucapan akan kembali kepada pengucapnya, jika ucapannya bernilai kebaikan, maka ia mendapat ganjaran dan pahala, jika ucapannya bernilai keburukan maka ia akan menanggung akibat dan dosanya. Oleh karena itu, ucapkanlah yang baik atau diam. Rasulullah ﷺ bersabda, عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺَ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلاَ يُؤْذِ جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ» رَوَاهُ البُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ Artinya Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu Rasulullah ﷺ bersabda, “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya berkata baik atau diam, dan barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan ia mengganggu tetangganya, dan barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia memuliakan tamunya.” HR. al-Bukhari dan Muslim عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رضي الله عنهما، قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ مَنْ صَمَتَ نَجَا» رَوَاه ُالتِّرْمِذِي وَأَحْمَدُ Artinya Dari Abdullah bin Amr radhiyallahu anhuma Rasulullah ﷺ bersabda, “Barang siapa yang banyak diam, niscaya ia akan selamat.” HR. al-Tirmiżī dan Ahmad Dalam Ihya Ulum al-Din Imam al-Ghazālī w. 505 H berkata, “Barang siapa yang memperhatikan bahaya penyakit yang disebabkan lisan, dia pasti memahami manfaat sabda Nabi ﷺ, “Barangsiapa yang banyak diam, niscaya ia akan selamat.”. . . Maka jika engkau belum sanggup menjadi pembicara yang baik, jadilah engkau orang yang selamat dengan banyak diam.”[2] 5. Lurusnya lisan dapat mengantarkan manusia ke surga Allah ﷻ, melencengnya lisan dapat menjerumuskannya ke dalam neraka. عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الخُدْرِيِّ، رَفَعَهُ قَالَ إِذَا أَصْبَحَ ابْنُ آدَمَ فَإِنَّ الأَعْضَاءَ كُلَّهَا تُكَفِّرُ اللِّسَانَ فَتَقُولُ اتَّقِ اللَّهَ فِينَا فَإِنَّمَا نَحْنُ بِكَ، فَإِنْ اسْتَقَمْتَ اسْتَقَمْنَا وَإِنْ اعْوَجَجْتَ اعْوَجَجْنَا رَوَاهُ التِّرْمِذِي وَأَحْمَدُ Artinya Dari Abu Sa’id al-Khudrī -ia memarfukkannya- berkata, “Apabila seorang manusia berada di waktu pagi, maka seluruh anggota tubuhnya menutupi kesalahan lisan lalu berkata, bertakwalah kamu kepada Allah untuk kami, sebab kami tergantung kepadamu, apabila kamu lurus, maka kami pun akan lurus, dan apabila kamu melenceng, maka kami pun akan melenceng.” HR. al-Tirmizī dan Ahmad Dalam sabdanya yang lain, Rasulullah ﷺ bersabda, عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ رضي الله عنه، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ قَالَ مَنْ يَضْمَنْ لِي مَا بَيْنَ لَحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنْ لَهُ الجَنَّةَ» رَوَاهُ البُخَارِيُّ Artinya Dari Sahl bin Saad radhiyallahu anhu, Rasulullah ﷺ bersabda, “Barang siapa yang dapat menjamin bagiku kesucian sesuatu yang berada di antara dua rahangnya mulut dan di antara kedua kakinya kemaluan, maka aku akan menjamin baginya surga”. HR. al-Bukhari Menjelaskan hadis di atas, Ibnu Bathal rahimahullah berkata, دَلَّ الْحَدِيثُ عَلَى أَنَّ أَعْظَمَ الْبَلَاءِ عَلَى الْمَرْءِ فِي الدُّنْيَا لِسَانُهُ وَفَرْجُهُ فَمَنْ وُقِيَ شَرَّهُمَا وُقِيَ أَعْظَمَ الشَّرِّ Maknanya Hadis ini menunjukan bahwa cobaan terbesar dalam diri seseorang adalah lisan dan kemaluannya. Karenanya, orang yang dijaga Allah dari keburukan keduanya, sungguh dia telah dijaga dari keburukan dosa yang sangat besar.[3] 6. Dampak dari keridaan Allah ﷻ terhadap hamba-Nya dapat dirasakan oleh manusia-manusia yang berada di sekitarnya, seperti dalam sabda Rasulullah ﷺ, عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، عَنِ النَّبِيِّ ﷺ قَالَ المُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ المُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ، وَالمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ» رَوَاهُ البُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ Artinya Dari Abdullah bin Amr radhiyallahu anhuma, Nabi ﷺ bersabda, “Seorang muslim yang sempurna Islamnya adalah yang orang lain merasa aman dari gangguan lisan dan tangannya, seorang berhijrah yang sebenarnya adalah orang yang sanggup meninggalkan segala apa yang Allah larang. HR. al-Bukhari dan Muslim Semoga artikel yang membahas ucapan atau berkataan adalah doa ini bermanfaat, wallau ta’ālā a’lam. Footnote [1] Ibnu Hajar al-Asqalānī, Fathu al-Bārī Syarhu Shahīh al-Bukhārī, Beirut Dar al-Ma’rifah, 1379 H, juz 11, h. 311. [2] Muhammad bin Muhammad al-Ghazālī, Ihyā’ Ulūmi al-Dīn, cet. Bairut Daru al-Ma’rifah, juz. 3, h. 126. [3] Ibnu Hajar al-Asqalānī, Fathu al-Bārī Syarhu Shahīh al-Bukhārī, juz 11, h. 310.

setiap perkataan adalah doa